Makin Tua Makin Jadi, Aleix Espargaro Jadi Saingan Terberat El Diablo dan Alvaro Bautista Buktikan Usia Hanyalah Angka

Admin

GPMandalika
- Musim balap tahun ini, tidak ada yang menyangka bila rider tua seperti Aleix Espargaro dan Alvaro Bautista, mampu melesat ke posisi atas klasemen pembalap di dua kejuaraan dunia berbeda.

Espargaro menempati P2 klasemen sementara Kejuaraan Dunia MotoGP bersama tim pabrikan Aprilia Racing, dari 11 balapan yang sudah digelar. Sementara, Bautista justru lebih hebat, memimpin klasemen World Superbike (WSBK) 2022 seusai empat putaran atau 12 race.

Tidak banyak yang tahu bila kedua pembalap asal Spanyol itu sempat satu tim saat masih muda, ketika turun di Kejuaraan Dunia Balap Motor kelas 125cc (kini Moto3).

Espargaro – kendati melakukan debut pada 2004 – baru menjalani musim penuh pertamanya di kelas 125cc pada 2005. Saat itu, ia ditarik Tim Seedorf RC3 milik mantan pesepakbola Clarence Seedorf.

Pada 2005 itu, Bautista siap menjalani musim ketiga di kelas 125cc bersama tim Seedorf. Kala itu, Espargaro barus berusia 16 tahun dan Bautista 21 tahun.

Hanya semusim (2005), keduanya bersama dalam satu tim. Setelah itu, Espargaro dan Bautista menjalani lika-liku karier yang berbeda.

Bautista berhasil merebut gelar juara dunia kelas 125cc pada 2006. Dua tahun berselang, Bautista menjadi runner-up kelas 250cc (kini Moto2). Namun, di MotoGP, entah mengapa karier Bautista tidak berkembang. Ia hanya tiga kali naik podium selama sembilan tahun.

Ia pun memilih pindah ke WSBK pada 2019 bersama Ducati dan hampir menjadi juara dunia kendati akhirnya harus puas finis runner-up. Setelah dua tahun tidak berkembang bersama Honda, Bautista kembali ke tim pabrikan Ducati dan kini memimpin klasemen WSBK.

Perjalanan karier Aleix Espargaro lebih unik lagi. Turun sejak 2005, ia harus menunggu hingga 17 tahun untuk merebut kemenangan pertamanya di Kejuaraan Dunia Balap Motor.

Satu finis podium masing-masing di kelas Moto2 dan MotoGP menjadi torehan terbaiknya sampai musim 2021 lalu. Baru pada tahun 2022, Espargaro berhasil merebut kemenangan pertamanya di Kejuaraan Dunia Balap Motor saat memenangi MotoGP Argentina, awal April lalu.

Saat sebagian besar pembalap berpikir untuk gantung helm atau minimal tidak lagi mampu bersaing, Espargaro dan Bautista justru sebaliknya. Performa keduanya yang mengilap di usia tua mungkin bisa diibaratkan anggur.

Espargaro akan genap 33 tahun dalam beberapa hari ke depan (30 Juli). Bautista bakal meniup 38 buah lilin pada 21 November mendatang.

Di olahraga balap motor yang memerlukan fisik sangat kuat, yang biasa dilakukan para pembalap berusia 20-an tahun, apa yang berhasil dilakukan Espargaro dan Bautista tidak hanya pengecualian tetapi juga bisa menjadi pelajaran berharga.

Apa yang sudah ditunjukan Marc Marquez atau Valentino Rossi, bisa dibilang keajaiban yang tidak bisa dilakukan semua pembalap. Selain bakat alami, iklim persaingan dan peta kekuatan pembalap juga menjadi faktor penentu kehebatan keduanya.

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pembalap belia langsung mencuat, mewarnai Kejuaraan Dunia Balap Motor. Pedro Acosta yang kini turun di Moto2, menjadi contoh paling nyata.

Pemuda Spanyol itu langsung merebut gelar juara dunia Moto3 pada musim perdananya, 2021 lalu. Saat merebut gelar itu, Acosta baru berusia 17 tahun dan 166 hari atau satu hari lebih tua dari rekor juara dunia termuda kelas 125cc 1990, Loris Capirossi.

Jangan lupakan David Munoz, 16 tahun. Meskipun baru empat kali turun di Moto3, sudah ada tim Moto2 yang meliriknya karena mampu naik podium kedua pada GP Catalunya.

Usia muda memang menjadi modal sekaligus faktor utama seorang pembalap ditarik oleh tim. Tetapi, publik tentu belum lupa tentang kisah Can Oncu, yang memenangi balapan pertamanya di Moto3 di Valencia pada 2018.

Pembalap asal Turki itu lantas diturunkan penuh di Moto3 pada 2019 oleh tim yang sangat berpengalaman mengembangkan pembalap muda, Ajo Motorsport.

Faktanya, Oncu hancur lebur setelah hanya mengoleksi 3 poin dari 16 balapan. Ia pun didepak dari Tim Ajo Motorsport dan kini turun di World Supersport, seri pendukung WSBK.

Jika dilihat lagi ke belakang, sejumlah legenda MotoGP yang merebut gelar juara dunia lebih dari sekali, tetap butuh waktu adaptasi untuk bisa benar-benar matang. Marc Marquez butuh dua tahun setelah debut, untuk berebut gelar kampiun pertamanya pada 2010 (125cc).

Sejak turun penuh di Kejuaraan Dunia Balap Motor pada 2002 (kelas 125cc), Casey Stoner butuh lima musim untuk merebut gelar juara dunia kelas MotoGP pada 2007 bersama Ducati.

Lalu, bagaimana dengan Fabio Quartararo? Setelah dua tahun hancur lebur di Moto3, ia lalu hanya mampu sekali menang di kelas Moto2. Promosi ke MotoGP pada 2019, El Diablo juara pada musim 2021 dalam usia 22 tahun.

Jika melihat fenomena di atas, apa yang sudah dilakukan Aleix Espargaro dan Alvaro Bautista, memang pengecualian dan layak mendapatkan perhatian. Mereka sudah bertahun-tahun turun dan memiliki banyak pengalaman, namun baru mampu bersinar tahun ini.

Performa Aleix Espargaro dan Alvaro Bautista sejauh ini menjadi bukti bila ketekunan dan kesabaran bila dipadukan dengan pengalaman dan kematangan, bisa menjadi faktor yang sangat signifikan untuk persaingan sekeras MotoGP dan WSBK.

Komentar